google.com, pub-6414046751746493, DIRECT, f08c47fec0942fa0

ADS

Kategori Wisata Pantai dan Laut

Kumpulan informasi keindahan tepi laut di Sulawesi Tengah

Kategori Event Wisata

Kumpulan informasi tentang event kegiatan kepariwisataan di Sulawesi Tengah

Kategori Wisata di Danau

Kumpulan Informasi Keindahan Danau di Sulawesi Tengah

Kategori Wisata Air Terjun

Kumpulan informasi keindahan air terjun di Sulawesi Tengah.

Kategori Wisata ke tempat bernilai sejarah

Kumpulan informasi tempat wisata bersejarah di Sulawesi Tengah.

Kategori Jurnal Perjalanan

Kumpulan tulisan tentang perjalanan, dan trekking di Sulawesi Tengah

Showing posts with label Jurnal_Perjalanan. Show all posts
Showing posts with label Jurnal_Perjalanan. Show all posts

Tuesday, June 8, 2021

A Trip to Palu on Central Sulawesi

A Trip to Palu on Central Sulawesi 


Sulawesi, meaning “iron island”, formerly known to Europeans as Celebes, occupying an areal of 174,600 km
2, is the 4th largest island in Indonesia and the 11th in the world. It is situated right on the top of the equator and is mainly covered by vast jungly mountain ranges running out of energy and plunging into the ocean forming an extensive coastline hosting myriads of beaches of divine beauty. It is the 3rd most populous island of Indonesia, maintaining a population of about 17 million people, of whom the majority are Muslims cohabiting with a significant minority of Christians and Animists, who, all together, carry a great diversity of rich and unique cultures and traditions. This place has been exciting my imagination since I first got aware of it existing, and, after all, the time came for me to head thither in adventure-hunting…






Saturday, August 25, 2018

EKSPEDISI KE WATU MORA'A

EKSPEDISI KE WATU MORA’A

(Tulisan Bagian Pertama)

Tentena, Juni 2018. Mengisi libur kenaikan kelas tahun ini, Siswa Pecinta Alam SMAN 1 Pamona Utara melaksanakan kegiatan Ekspedisi. Bagi sayaselaku pendiri organisasi ini, perjalanan menuju Watu Mora’a  adalah perjalanan kali yang ketiga. Demikian halnya dengan Nover Lenga, sesama pembina Sipala Sandikala ini adalah ekspedisi ketiga kami ke Watu Mora’a. Setiap kali kami melakukan perjalanan, kami berjanji untuk tidak ke sini lagi (lain halnya dengan perjalanan menuju tempat suku terasing yang selalu saya rindukan walau sudah yang kedua kali). Pertanyaannya, mengapa langgar janji ini? Jawabannya lumayan kompleks! Ada alasan Pelestarian, Budaya, Legenda, Sejarah, Mitos, bahkan mistis yang selalu menarik untuk dirasionalosasi. Inilah yang membuat kami berdua melakukan perjalanan ini lagi. Selain kami, turut serta Apris (Adri Kaleb Patudai, S.Pd) seniornya Sandikala, seorang guru di desa Peleru kecamatan Mori Atas Kabupaten Morowali. Kami bertiga mendampingi para siswa SMAN 1 Pamona Utara.

Hari Pertama : Keberangkatan Pandawa Sandikala

Berjumlahkan 19 orang kami membagi tim menjadi dua kelompok. Pertama lima orang pandawa Sandikala, yang diberangkatkan tanggal 9 Juni 2018, dan Kedua yang berangkat tanggal 10 Juni 2018. Bemodalkan jempol untuk menahan mobil gratisan, para pandawa (terdiri dari Holi, Refli, Engki, Opan, dan Gideon), tiba di Polsek Pendolo untuk melaporkan kehadiran tim, selanjutnya mereka ke desa Mayoa untuk bertemu Kepala Desa.

Hari Kedua : Menuju Tepi Sungai Kodina

Keesokan harinya tim kedua yang beranggotakan Chika, Yuni, Kristha, Indra, Andri, Yuli, Kaleb, Delsi, Indi, Leo, Ayen, serta kami bertiga selaku pendamping berangkat dari Tentena dengan mengunakan tujuh kendaraan roda dua, dan setelah menempuh perjalanan tiga jam melewati kecammatan Pamona Timur, Pamona Tenggara, hingga Pamona Selatan, kamipun bertemu dengan tim Pandawa Sandikala di dusun Watu Maeta Desa Mayoa sekitar 5 km dari perbatasan Sulteng dan Sulsel. Kendaraan kami titipkan di rumah kepala dusun.
Berbeda dengan ekspedisi sebelumnya, kali ini kami langsung melakukan perjalanan susur hutan dengan target tepi sungai Kodina untuk membuka tenda. Setelah berjalan lebih kurang 2 Jam, dan menyebrangi dua sungai, kami tiba di tepi sungai Kodina dan hujanpun mulai menetes.

Hari Ketiga: Cuaca Memisahkan Tim

Hari ketiga setelah saraoan pagi dan bongkar tenda, kami meninggalkan sungai kodina. Penyusuran kali ini lebih panjang, menempuh hutan, dan padang rumput. Tim mulai terpisah dengan target bertemu di puncak Petiro Rano, masyarakat yang biasa mencari rotan atau memasang jerat hewan (khususnya Babi Huta) menyebut tempat ini “pemandangan” sedangkan kami lebih suka dengan Petiro Rano (Tempat Melihat Danau) kareba dari tempat ini, kita bias melihat Danau Poso di kejauhan.
Selepas padang rumput jalur landai mulai kami tinggalkan, memasuki hutan dengan pepohonan berlumut dan lintah mulai kami temui. Sekali lagi cuaca kurang mendukung hujan mulai turun jelang Petiro Rano. Saya memutuskan untuk istirahat menunggu hujan reda. Dari komunikasi ternya teman- teman lainnya sudah mencapai Petiro Rano. Sayapun menugaskan Opan untuk bergerak ke Petiro Rano meminta tambahan tenda dan menyuruh tim yang sudah tiba di Petiro Rano agar tidak menunggu kami. Selain hujan yang menghambat kami, masalah teknis berupa putus tali Carrier, menjadi hambatan lainnya karena kami harus menunggu Leo Menjahit ranselnya, begitu pula dengan ranselnya Engki.
Tak berapa lama kemudian, Opan tiba bersama Kaleb sambal membawa tenda cadangan. Hujanpun mulai reda, tetapi mengingat jalur selanjutnya taka da air, maka Engki bersama Leo ditugasakan untuk mencari sumber air di jalur sebelumnya.setelah itu kamipun melanjutkan perjalanan. Saaat itu jelang jam 4 sore, saya bersama Engki, Leo, Opan, Kaleb, Refli, dan Chika mulai mendaki Petiro Rano. 
(bersambung ke tulisan EKSPEDISI KE WATU MORA'A berikutnya)