google.com, pub-6414046751746493, DIRECT, f08c47fec0942fa0

ADS

Kategori Wisata Pantai dan Laut

Kumpulan informasi keindahan tepi laut di Sulawesi Tengah

Kategori Event Wisata

Kumpulan informasi tentang event kegiatan kepariwisataan di Sulawesi Tengah

Kategori Wisata di Danau

Kumpulan Informasi Keindahan Danau di Sulawesi Tengah

Kategori Wisata Air Terjun

Kumpulan informasi keindahan air terjun di Sulawesi Tengah.

Kategori Wisata ke tempat bernilai sejarah

Kumpulan informasi tempat wisata bersejarah di Sulawesi Tengah.

Kategori Jurnal Perjalanan

Kumpulan tulisan tentang perjalanan, dan trekking di Sulawesi Tengah

Tuesday, June 8, 2021

Lore - Lindu National Park to return Lake Tambing for vacationers

Palu, Central Sulawesi - The Lore Lindu National Park (TNLL) Office in Central Sulawesi intends to reopen Lake Tambing for tourists by adhering to stringent health protocols to safeguard against the COVID-19 pandemic in the upcoming new normal era.



"Yes, we plan to reopen it in early July 2020," Head of the TNLL Office Jusman stated here on Thursday.


According to Jusman, during the past three months that the pandemic has protracted, the major tourist destination in Central Sulawesi was closed temporarily to break the chain of spread of COVID-19 in the province.


The reopening of the main tourist attraction will be coordinated with Central Sulawesi Governor Longki Djanggola, as chairman of the COVID-19 task force in the province.


In line with the COVID-19 health protocols, tourists are required to wear a mask, maintain a safe required distance from one another, and wash hands before entering and leaving the location.


Moreover, only 500 people per week will be allowed entry. Under normal conditions, the number of tourists visiting, including from foreign countries, had reached up to three thousand per week.


The Lake Tambing tourism attraction is located in Sedoa Village, North Lore Sub-district, Poso District, some 90 kilometers from Palu, the capital of Central Sulawesi Province. The lake is situated at 1,700 meters above sea level.


Ecotourism has gained significant popularity among local and foreign tourists, as it has several unique features in terms of both flora and fauna.


The lake is surrounded by a thick tropical rainforest that is home to endemic flora, including leda tree (Eucalyptus deglupta Bl) and black orchids as well as fauna, including deer pigs, anoa, eagles, black monkeys, and pythons.


The facilities in place at the lake enable visitors to observe various species of birds.


TNLL has no less than 270 species of birds, and 30 percent are endemic animals. It is not surprising if the tourist destination is thronged by several foreign tourists, particularly researchers and bird-watchers from across the globe.


>

A Trip to Palu on Central Sulawesi

A Trip to Palu on Central Sulawesi 


Sulawesi, meaning “iron island”, formerly known to Europeans as Celebes, occupying an areal of 174,600 km
2, is the 4th largest island in Indonesia and the 11th in the world. It is situated right on the top of the equator and is mainly covered by vast jungly mountain ranges running out of energy and plunging into the ocean forming an extensive coastline hosting myriads of beaches of divine beauty. It is the 3rd most populous island of Indonesia, maintaining a population of about 17 million people, of whom the majority are Muslims cohabiting with a significant minority of Christians and Animists, who, all together, carry a great diversity of rich and unique cultures and traditions. This place has been exciting my imagination since I first got aware of it existing, and, after all, the time came for me to head thither in adventure-hunting…






Jalan Jalan di Tentena

Tentena adalah kota kecil di tepian danau Poso di Sulawesi Tengah

Saturday, August 25, 2018

EKSPEDISI KE WATU MORA'A

EKSPEDISI KE WATU MORA’A

(Tulisan Bagian Pertama)

Tentena, Juni 2018. Mengisi libur kenaikan kelas tahun ini, Siswa Pecinta Alam SMAN 1 Pamona Utara melaksanakan kegiatan Ekspedisi. Bagi sayaselaku pendiri organisasi ini, perjalanan menuju Watu Mora’a  adalah perjalanan kali yang ketiga. Demikian halnya dengan Nover Lenga, sesama pembina Sipala Sandikala ini adalah ekspedisi ketiga kami ke Watu Mora’a. Setiap kali kami melakukan perjalanan, kami berjanji untuk tidak ke sini lagi (lain halnya dengan perjalanan menuju tempat suku terasing yang selalu saya rindukan walau sudah yang kedua kali). Pertanyaannya, mengapa langgar janji ini? Jawabannya lumayan kompleks! Ada alasan Pelestarian, Budaya, Legenda, Sejarah, Mitos, bahkan mistis yang selalu menarik untuk dirasionalosasi. Inilah yang membuat kami berdua melakukan perjalanan ini lagi. Selain kami, turut serta Apris (Adri Kaleb Patudai, S.Pd) seniornya Sandikala, seorang guru di desa Peleru kecamatan Mori Atas Kabupaten Morowali. Kami bertiga mendampingi para siswa SMAN 1 Pamona Utara.

Hari Pertama : Keberangkatan Pandawa Sandikala

Berjumlahkan 19 orang kami membagi tim menjadi dua kelompok. Pertama lima orang pandawa Sandikala, yang diberangkatkan tanggal 9 Juni 2018, dan Kedua yang berangkat tanggal 10 Juni 2018. Bemodalkan jempol untuk menahan mobil gratisan, para pandawa (terdiri dari Holi, Refli, Engki, Opan, dan Gideon), tiba di Polsek Pendolo untuk melaporkan kehadiran tim, selanjutnya mereka ke desa Mayoa untuk bertemu Kepala Desa.

Hari Kedua : Menuju Tepi Sungai Kodina

Keesokan harinya tim kedua yang beranggotakan Chika, Yuni, Kristha, Indra, Andri, Yuli, Kaleb, Delsi, Indi, Leo, Ayen, serta kami bertiga selaku pendamping berangkat dari Tentena dengan mengunakan tujuh kendaraan roda dua, dan setelah menempuh perjalanan tiga jam melewati kecammatan Pamona Timur, Pamona Tenggara, hingga Pamona Selatan, kamipun bertemu dengan tim Pandawa Sandikala di dusun Watu Maeta Desa Mayoa sekitar 5 km dari perbatasan Sulteng dan Sulsel. Kendaraan kami titipkan di rumah kepala dusun.
Berbeda dengan ekspedisi sebelumnya, kali ini kami langsung melakukan perjalanan susur hutan dengan target tepi sungai Kodina untuk membuka tenda. Setelah berjalan lebih kurang 2 Jam, dan menyebrangi dua sungai, kami tiba di tepi sungai Kodina dan hujanpun mulai menetes.

Hari Ketiga: Cuaca Memisahkan Tim

Hari ketiga setelah saraoan pagi dan bongkar tenda, kami meninggalkan sungai kodina. Penyusuran kali ini lebih panjang, menempuh hutan, dan padang rumput. Tim mulai terpisah dengan target bertemu di puncak Petiro Rano, masyarakat yang biasa mencari rotan atau memasang jerat hewan (khususnya Babi Huta) menyebut tempat ini “pemandangan” sedangkan kami lebih suka dengan Petiro Rano (Tempat Melihat Danau) kareba dari tempat ini, kita bias melihat Danau Poso di kejauhan.
Selepas padang rumput jalur landai mulai kami tinggalkan, memasuki hutan dengan pepohonan berlumut dan lintah mulai kami temui. Sekali lagi cuaca kurang mendukung hujan mulai turun jelang Petiro Rano. Saya memutuskan untuk istirahat menunggu hujan reda. Dari komunikasi ternya teman- teman lainnya sudah mencapai Petiro Rano. Sayapun menugaskan Opan untuk bergerak ke Petiro Rano meminta tambahan tenda dan menyuruh tim yang sudah tiba di Petiro Rano agar tidak menunggu kami. Selain hujan yang menghambat kami, masalah teknis berupa putus tali Carrier, menjadi hambatan lainnya karena kami harus menunggu Leo Menjahit ranselnya, begitu pula dengan ranselnya Engki.
Tak berapa lama kemudian, Opan tiba bersama Kaleb sambal membawa tenda cadangan. Hujanpun mulai reda, tetapi mengingat jalur selanjutnya taka da air, maka Engki bersama Leo ditugasakan untuk mencari sumber air di jalur sebelumnya.setelah itu kamipun melanjutkan perjalanan. Saaat itu jelang jam 4 sore, saya bersama Engki, Leo, Opan, Kaleb, Refli, dan Chika mulai mendaki Petiro Rano. 
(bersambung ke tulisan EKSPEDISI KE WATU MORA'A berikutnya)


Thursday, August 23, 2018

AGENDA FESTIVAL DI SULAWESI TENGAH

Tour de Central Sulawesi
Tujuh dari delapan event yang tertuang dalam Calendar of Event (CoE) Sulawesi Tengah 2018 ‘Bringing Central Celebes to The World’ adalah kegiatan festival. CoE ini resmi diluncurkan oleh Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya bersama Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Longki Djanggola di kantor Kementerian Pariwisata Jakarta, Selasa siang (17/7/2018). Dalam CoE tahun ini, Sulteng menggelar delapan event unggulan dua diantaranya termasuk dalam 100 Calendar of Event Wonderful Indonesia 2018. “Launching Calendar of Event Sulawesi Tengah 2018 ini bermakna mensukseskan berbagai event di Sulteng yang diadakan sepanjang tahun. Diharapkan event-event tersebut bisa meningkatkan kunjungan wisatawan, mendukung program Pesona Indonesia juga Wonderful Indonesia,” ujar Gubernur Sulteng Longki Djanggola dalam acara tersebut. Sementara itu, Arief Yahya juga mengapresiasi Launching Calender of Event Sulawesi Tengah 2018 dalam rangka mempromosikan dan meningkatkan kunjungan wisatawan ke Sulteng. Tahun ini ditargetkan sebanyak 3.825.000 wisatawan yang berkunjung. Terdiri dari 75.000 kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan 3.750.000 pergerakan wisatawan nusantara (wisnus). Adapun delapan event unggulan Sulteng yang bisa disaksikan para wisatawan sebagai berikut: 

  1. Festival Pesona Palu Nomoni (FPPN) 2018 Event ini diselenggarakan pada 28 September hingga 3 Oktober 2018. Wisatawan dapat menyaksikan keunikan dari ritual adat penduduk Kota Palu. 
  2. Festival Pesona Lipuku 2018 Festival budaya ini berlangsung di Ampana, Kabupaten Tojo Una-Una pada 2 hingga 6 November 2018. Sejumlah kegiatan mulai dari fun bike, bela diri tradisional, foto keindahan laut Togean, road race, tari-tarian tradisional, hingga beragam perlombaan bisa ditemukan di sana.
  3. Togean Internasional Oceanic Event ini diselenggarakan di Pulau Togean pada 7 hingga 11 Agustus 2018. 
  4. Festival Teluk Tomini Acara ini diadakan di Parigi, Kabupaten Parigi Moutong pada 14 hingga 16 Oktober 2018. 
  5. Festival Danau Tektonik Poso Festival ini akan berlangsung di Tentena, Kabupaten Poso pada 15 hingga 19 Oktober 2018. 
  6. Festival Teluk Tomori Festival ini digelar di Kolonodale, Kabupaten Morowali Utara pada 19 hingga 23 Oktober 2018. 
  7. Festival Pulau Dua Festival Pulau Dua akan berlangsung di Luwuk, Kabupaten Banggai pada 27 hingga 28 Oktober 2018.

Selain 7 event berupa festival budaya dilaksanakan pula Tour de Central Celebes atau yang dikelnal dengaan TDCC. 

sumber: kompas.com
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "8 Festival Wisata di Sulawesi Tengah yang Bisa Jadi Pilihan Liburan", https://travel.kompas.com/read/2018/07/17/213612227/8-festival-wisata-di-sulawesi-tengah-yang-bisa-jadi-pilihan-liburan
Penulis : Anggita Muslimah Maulidya Prahara Senja
Editor : Wahyu Adityo Prodjo

Monday, August 20, 2018

Danau Rano Bae

Danau Rano Bae

Rano Bae atau Danau Besar (bahasa suku wana / To Ta'a) adalah danau indah nan cantik yang di dalam cagar alam morowali. Untuk tiba di tempat ini, kita harus menuju Kolonodale Ibu Kota Kabupaten Morowali Utara. Dari Kota ini kita naik perahu ketinting selama dua jam melewat teuk morowali. Banyak yang menarik untuk dilihat sepanjang perjalanan ini. 
Setelah perjalanan dengan perahu ini, selajutnya perjalanan ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 4 sampai 5 jam untuk tiba dipemukiman suku wana Kampun Marisa. Penduduk di kampung ini, masih menganut agama leluhur khas Sulawesi Tengah agama Molamoa. Di sini kita mengina satu malam, selanjut perjalanan bisa ditempu dengan perahu menuju Rano Bae. Jika anda penikmat petualangan, sebaiknya perjalanan dilanjutkan hingga Kandonga (sekitar 2 jam) dan disini kita menunggu dari desa Marisa yang tentunya sudah kita buat perjanjian sebelumnya saat menginap di Marisa
.


Video By: John Lusikooy

Air Terjun Saluopa

Air terjun Saluopa terletak di Desa Leboni, Kecamatan Pamona Pusalemba, Kabupaten Poso atau sekitar 14 kilometer dari Kota Tentena. Air terjun ini beritngkat- tingkat melewati batuan gunung sebanyak 12 tingkatanAir terjun Saluopa bersumber dari mata air yang mengalir dari puncak gunung dengan ketinggian 25 meter. Air terjun ini  yang mengalir deras mengalir hingga ke tingkat paling bawah yang berakhir di sungai kecil Desa Leboni.



Lokasi air terjun ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Jika melewati jalur darat dari Kota Palu (Jalan Nasional Trans Sulawesi), membutuhkan waktu 5-7 jam untuk menuju Kota Poso. Jalur udara langsung dari Bandara Hasanuddin Makassar juga tersedia untuk menuju Poso. Selanjutnya, dari Poso menuju Tentena membutuhkan waktu sekitar 1,5 hingga 2 jam. Dari pusat kota Tentena, membutuhkan waktu setengah jam untuk menuju ke lokasi air terjun di desa Tonusu. Wisatawan harus melanjutkan perjalanan untuk sampai di air terjun. Jarak dari pintu masuk hingga ke air terjun kurang lebih hanya sekitar 500 meter.



o
>

Video by John Lusikooy